Sebuah studi baru menunjukkan bahwa beruang kutub dapat menghadapi kepunahan
karena perubahan iklim yang mengakibatkan hilangnya es di kutub. Studi
tersebut diterbitkan pada 20 Juli 2020 di jurnal Nature Climate Change.
Dalam studinya, para peneliti menunjukkan konsekuensi dramatis yang sangat
potensial terjadi akibat dari pemanasan suhu global.
Diperkirakan, semua jenis beruang kutub, kecuali beberapa dari 19 subpopulasi
beruang kutub yang tersebar di penjuru dunia yang berada pada zona paling
dingin dapat punah pada tahun 2100. Ketika itu, iklim bumi yang kian
menghangat terus-menerus telah mengakibatkan terkikisnya es di laut.
Kehilangan es laut dapat memaksa beruang kutub untuk menahan puasa lebih
lama. Pasalnya, mereka mengandalkan permukaan es laut yang beku untuk
berburu anjing laut yang merupakan sumber utama makanan mereka.
Sebagai informasi, beruang kutub memang dapat berpuasa selama berbulan-bulan
dengan mengandalkan lemak tubuh yang tersimpan di makanannya, yaitu anjing
laut.
Namun menggunakan perhitungan dengan asumsi tingginya emisi gas rumah kaca
yang dijabarkan oleh penulis penelitian, menunjukkan bahwa hilangnya es yang
diproyeksikan sampai akhir abad ini akan bertahan lebih lama.
Efeknya akan lebih lama daripada kemampuan puasa beruang dan kemampuan para
induk beruang untuk merawat anaknya. Artinya, para beruang kemungkinan akan
dilanda kelaparan yang bisa berujung pada kematian mereka.
Bahkan jika emisi gas rumah kaca dijaga agar menjadi lebih moderat sekalipun,
penulis penelitian mengatakan bahwa beberapa populasi beruang kutub
kemungkinan tetap akan hilang dan punah. Khususnya di bagian paling selatan
Bumi.
Dikutip dari New York Times, salah satu penulis studi mengatakan bahwa mereka
memang tidak membuat model apa yang akan terjadi pada beruang kutub jika emisi
dikurangi secara drastis. Alasannya, mereka perlu mengitung secara tepat kapan
es laut akan menghilang dari setiap lokasi yang menjadi habitat dari beruang
kutub.
Namun setidaknya, dua populasi beruang kutub yang berada di lepas pantai timur
laut Alaska dan satu populasi yang berada di teluk Hudson, Kanada telah
terkena dampak pencairan es laut tersebut.
Baca juga:
"Studi ini menunjukkan dengan jelas bahwa beruang kutub bisa bertahan jika
bumi hanya mengalami sedikit pemanasan," sebut Andrew Derocher yang merupakan
seorang peneliti beruang kutub dari University of Alberta. "Tapi apa pun
skenarionya, tetap ada kekhawatiran serius tentang konservasi spesies ini,"
ucapnya.
Sebanyak 13% dari keseluruhan jumlah es laut di Kutub Utara telah hilang
setiap dekadenya semenjak tahun 1970-an. Fakta ini merujuk pada pada
penelitian yang dilakukan National Snow and Ice Data Center yang berbasis di
University of Boulder, Colorado, Amerika Serikat.
Di sisi lain, kini terdapat sekitar 25.000 beruang kutub liar di Bumi. Sebagai
gambaran, beruang kutub adalah salah satu jenis beruang terbesar di planet
ini, dengan rata-rata beratnya mencapai 1.600 pound atau setara dengan 726Kg.
Dan karena mereka berat, artinya mereka membutuhkan banyak makanan untuk
bertahan hidup.
Peter Molnar, penulis utama dalam studi ini mengatakan bahwa tidak ada cukup
makanan di daratan untuk beruang kutub bertahan hidup jika perubahan iklim ini
terus berlanjut. Padahal, saat ini perubahan iklim telah menyebabkan beberapa
bagian Arktik menjadi benar-benar bebas es selama bulan-bulan musim panas.
Tahun 2016 lalu, lembaga think tank Libertarian, Cato Institute sempat
menentang penelitian sebelumnya tentang beruang kutub dan mengatakan bahwa
spesies tersebut mampu selamat dari periode yang lebih hangat, seperti akhir
Zaman Es terakhir yang terjadi sekitar 6.000 hingga 9.000 tahun yang lalu.
Akan tetapi, pendapat tersebut kemudian disanggah oleh peneliti studi lain dan
mengatakan bahwa saat itu, beruang kutub memiliki sumber makanan lain, seperti
paus, yang sekarang pun sudah menjadi spesies yang langka.