Langsung ke konten utama

Ditemukan, Robot Sterilisasi dan Alat Deteksi Corona untuk Manula

Bakteri dan virus ada di mana-mana dan selalu ada di sekitar kita. Namun pandemi Covid-19 telah menunjukan betapa pentingnya mempraktikkan kebersihan baik yang bahkan pada masa sebelum pandemi kita jarang melakukannya, misalnya seperti cuci tangan.

Meskipun ada kemungkinan bahwa suatu hari virus corona memiliki penawar berupa obat atau vaksin, tetapi itu bukan berarti kita boleh menjadi lalai dan menyepelekan virus tersebut.


Baru-baru ini peneliti di CSAIL MIT yang bekerja sama dengan Ava Robotics menggelar sebuah projek untuk merancang robot yang dapat bergerak secara mandiri. Robot ini akan dilengkapi dengan sinar UVC (Ultraviolet-C).


Seperti diketahui, sinar Ultraviolet C merupakan tipe sinar radiasi matahari yang paling pendek panjang gelombangnya, 100-280 nanometer saja. Sinar ini tidak pernah sampai ke permukaan bumi karena terserap lapisan ozon di atmosfer. Namun sinar ini bersifat germicidal, atau mampu membunuh atau menghambat kemampuan berkembangnya patogen. Contohnya, bakteri, virus dan lain-lain karena UVC bisa menghambat kerja DNA.

Sinar UVC akan mensterilkan permukaan benda atau perabot dan juga menetralkan partikel virus di udara. Robot ini dapat mensterilkan gudang atau ruangan yang digunakan untuk umum. Robot ini dapat bernavigasi sendiri di sekitar ruangan tanpa perlu campur tangan manusia.

Berdasarkan desain saat ini, robot ini mampu melakukan perjalanan dengan kecepatan 0,22 mil/jam. Artinya robot ini dapat mencakup gudang seluas 4.000 kaki persegi dalam waktu setengah jam, sementara disinfektan sekitar 90% partikel virus di permukaan.

Robot inipun  sifatnya otonom, ia dapat digunakan di semua jenis ruang, termasuk restoran, lobi hotel, supermarket, sekolah, dan lain sebagainya.



Untuk pemasaran robot ini sendiri  rencananya akan dikomersilkan dan disebarkan setelah dilakukan beberapa uji lagi, tetapi ini merupakan inovasi yang cukup apik dan efisien dan mungkin saja dikemudian hari robot-robot ini akan umum digunakan karena pemakaiannya yang praktis

Selain robot dengan sinar UVC, beberapa peneliti lain berlomba-lomba membuat inovasi yang dapat membantu penanganan pandemi ini. Salah satunya yang paling sering digembar gemborkan adalah alat pelacakan Covid-19. Yang tentu saja untuk membantu menghentikan penyebaran Coronavirus.


Salah satu alat pelacakan tersebut digunakan untuk membantu menelusuri jalur infeksi untuk melihat dengan siapa orang yang terinfeksi mungkin berhubungan. Pada gilirannya akan memungkinkan pihak berwenang untuk menjangkau mereka agar mereka mendapatkan fasilitas pengujian dan  mungkin karantina untuk mengurangi penyebaran Coronavirus sebanyak mungkin.

Banyak upaya pelacakan yang saat ini kita lihat adalah melalui smartphone dan aplikasi. Hal ini sebenarnya adalah inovasi yang bagus mengingat sebagian besar orang kini telah memiliki smartphone.

Akan tetapi, tentu saja ada beberapa yang tidak memiliki smartphone, seperti para lansia yang mungkin masih nyaman menggunakan ponsel jadul. Inilah sebabnya mengapa pemerintah di Singapura mengumumkan bahwa bagi warga lanjut usia yang tidak memiliki smartphone, mereka dapat menggunakan pelacak Bluetooth untuk alat pelacaknya.



Baca juga:

Perangkat ini dapat terhubung satu sama lain melalui aplikasi ponsel pintar TraceTogether. Alat ini akan membantu upaya pelacakan kontak bahkan dengan pengguna yang tidak memiliki ponsel cerdas.


Jika seseorang dengan pelacak melakukan kontak dengan seseorang yang mungkin memiliki virus, mereka kemudian akan dihubungi untuk diperiksa. Jika mereka memiliki virus, data dari pelacak kemudian dapat di-upload untuk membantu melacak dengan siapa saja orang tersebut melakukan kontak.

Untuk mengatasi masalah privasi yang tentu saja potensial, pelacak ini tidak memiliki WiFi, GPS, atau kemampuan seluler, yang artinya pemerintah tidak akan dapat mengetahui keberadaan pemakainya setiap saat. Alat ini hanya dapat menyimpan data paling banyak 25 hari.

Postingan Populer

Review Asus Vivobook Flip 14 (TP3407), Laptop Lipat Layar OLED, Baterai Awet

Dalam beberapa tahun terakhir, tipe laptop convertible semakin diminati oleh berbagai kalangan, mulai dari para pelajar hingga kaum profesional. Fleksibilitas desain yang memungkinkan mode penggunaan berbeda, mulai dari mode laptop, stand, tenda hingga tablet, memberikan nilai tambah bagi pengguna dengan mobilitas tinggi. Selain itu, layar sentuh dan dukungan stylus semakin memudahkan aktivitas kreatif dan pencatatan digital, menjadikan laptop convertible pilihan ideal untuk produktivitas modern. Di sisi lain, daya tahan baterai menjadi faktor utama yang dipertimbangkan pengguna dalam memilih laptop. Dengan meningkatnya kebutuhan akan perangkat yang bisa bertahan seharian tanpa sering mengisi ulang daya, laptop dengan efisiensi daya tinggi semakin populer.  Asus Vivobook Flip 14 TP3407 hadir sebagai solusi yang menggabungkan desain convertible, layar OLED berkualitas tinggi, dan daya tahan baterai yang cukup andal. Untuk itu, mari kita sedikit mengupas apa yang ditawarkan Asus lewa...

Tarif Baru AS Guncang Industri Teknologi Eropa

Presiden Donald Trump kembali memicu ketegangan dagang global dengan menerapkan tarif 20 persen untuk impor teknologi dari Uni Eropa, dua kali lipat dari tarif untuk Inggris dan hanya sedikit lebih ringan dari tarif 32 persen untuk Swiss.  Langkah ini langsung mengguncang ekosistem teknologi Eropa, dari produsen perangkat keras hingga startup berbasis layanan. Perusahaan teknologi memperingatkan dampak besar, mulai dari gangguan rantai pasokan, lonjakan biaya produksi, hingga potensi mandeknya aliran modal ventura. Louis Fearn dari InMotion Ventures menyebut kebijakan ini memaksa banyak startup untuk mengevaluasi kembali lokasi kantor pusat mereka dan mencari pasar alternatif. Bagi perusahaan seperti HappyOrNot asal Finlandia yang mengandalkan pasar AS untuk setengah dari pendapatannya, dampaknya sangat terasa. CEO Miika Mäkitalo bahkan mempertimbangkan memindahkan produksi ke Amerika Serikat. Bahkan startup yang tidak menjual produk fisik ikut terdampak. CEO fintech Okoora asal Sw...

Microsoft Tunda Proyek Data Center, Termasuk di Indonesia

Microsoft dikabarkan menunda berbagai proyek pembangunan pusat data di beberapa wilayah dunia, termasuk Indonesia, Inggris, Australia, dan sejumlah negara bagian di AS. Langkah ini disebut sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh terhadap rencana ekspansi pusat data untuk mendukung layanan cloud dan kecerdasan buatan (AI). Sebagai pemimpin dalam layanan AI berkat kemitraannya dengan OpenAI, keputusan Microsoft menjadi sorotan para investor. Mereka mempertanyakan apakah langkah ini mencerminkan tantangan konstruksi seperti pasokan daya dan material, atau justru menandakan penurunan permintaan layanan AI. Beberapa proyek yang ditunda termasuk pengembangan di Jakarta dan ekspansi di Wisconsin, lokasi yang sebelumnya dikunjungi Presiden AS Joe Biden. Di Inggris, Microsoft juga menghentikan negosiasi untuk menyewa pusat data yang dirancang untuk chip AI Nvidia. Sementara itu, di North Dakota, pembicaraan Microsoft dengan penyedia fasilitas juga gagal mencapai kesepakatan. Microsoft mengakui ...

Intel dan TSMC Jajaki Dirikan Perusahaan Patungan

Dua raksasa industri semikonduktor global, Intel dan TSMC, dilaporkan tengah menjajaki pembentukan perusahaan patungan (joint venture) untuk mengoperasikan fasilitas manufaktur chip milik Intel. Kabar ini pertama kali diungkap oleh The Information dan diperkuat oleh laporan TechCrunch pada Kamis (3/4) lalu. Dalam skema awal yang dikabarkan, TSMC akan memiliki 20 persen saham, sementara sisanya dipegang oleh Intel. Menariknya, TSMC tidak akan menyuntikkan modal tunai, melainkan berkontribusi melalui transfer keahlian teknis dan pelatihan kepada karyawan Intel. Pendekatan ini membuka peluang sinergi unik antara kekuatan produksi TSMC dan sumber daya Intel. Langkah ini muncul tak lama setelah Lip-Bu Tan ditunjuk sebagai CEO Intel. Sosok investor dan pengusaha ternama ini dikenal berani melakukan manuver strategis, dan kemitraan dengan TSMC bisa menjadi bagian dari upaya transformasi besar-besaran di tubuh Intel. Dari sisi geopolitik, pemerintahan Donald Trump dikabarkan juga membuka jalur...

Tarif Impor Aluminium Jadi 25%. Harga GPU dan Casing PC Terancam Naik

Pengenaan tarif impor aluminium sebesar 25% oleh Presiden Donald Trump menimbulkan kekhawatiran dalam industri perangkat keras PC. Kebijakan ini berpotensi menaikkan harga kartu grafis dan casing desktop, memperburuk kondisi pasar yang sudah sensitif terhadap inflasi. Sebagai gambaran, aluminium merupakan material utama dalam pembuatan casing PC dan berbagai komponen GPU. Dengan meningkatnya biaya produksi akibat tarif baru ini, harga ritel diperkirakan akan naik.  Kekhawatiran akan naiknya harga tersebut pertama kali muncul di forum Reddit, di mana seorang pengguna mengklaim bahwa tarif tambahan membuat biaya impor GPU pusat data melonjak. Namun, unggahan tersebut segera dihapus oleh moderator. Di sisi lain, CEO Falcon Northwest, Kelt Reeves, mengonfirmasi bahwa perusahaannya telah merasakan dampak tarif baru tersebut. “Kami mengira tarif hanya berlaku untuk aluminium mentah dan baja, bukan produk jadi seperti casing PC,” ujar Reeves. Kebijakan ini ternyata juga mencakup produk tu...