Kita tahu bahwa keberadaan dinosaurus di muka Bumi musnah karena kepunahan massal. Tapi tahukah Anda bahwa Bumi pernah mengalami kejadian kepunahan massal bukan hanya sekali?
Ya, sepanjang sejarahnya, sudah pernah ada lima kejadian kepunahan massal yang sangat signifikan yang terjadi di planet kita ini.
Asal tahu saja, kepunahan massal mengakibatkan setidaknya tiga perempat dari semua spesies yang ada di seluruh planet bumi menghadapi kepunahan selama periode waktu geologis tertentu. Tampaknya, kita akan menghadapi event kepunahan massal berikutnya. Kok bisa?
Diorama Zaman Ordovisian Akhir |
Dengan tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini,
banyak peneliti yang percaya bahwa peristiwa kepunahan massal ini akan
terjadi lagi di masa depan. Dan ini akan menjadi kepunahan massal yang
keenam.
Penyebab dari kepunahan massal di Bumi sendiri telah lama menjadi topik yang menarik para ilmuwan untuk mengkajinya. Alasannya, memahami kondisi lingkungan yang menyebabkan hilangnya sebagian besar spesies di masa lalu berpotensi membantu mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan.
Dan kepunahan massal ini bisa jadi disebabkan oleh kerusakan alam dan alasan lainnya.
Untuk mempelajari hal tersebut, sebuah tim ilmuwan gabungan dari Syracuse University's Department of Earth and Environmental Sciences, University of California, Berkeley dan University of California, Riverside, Université Bourgogne Franche-Comté, University of New Mexico, University of Ottawa, University of Science dan Technology of China dan Stanford University baru-baru ini ikut menulis makalah yang mengeksplorasi kepunahan massal Ordovician Akhir (Late Ordovician Mass Extinction atau disingkat LOME), yang merupakan kepunahan pertama di Bumi yang terjadi pada sekitar 445 juta tahun yang lalu.
Fossil pada Zaman Ordovisian Akhir |
Menurut penelitian, sekitar 85% spesies laut, yang sebagian besar hidup di lautan dangkal dekat benua, menghilang selama waktu tersebut.
Alexandre Pohl, peneliti utama dari UC Riverside atau pascadoktoral di Université Bourgogne Franche-Comté di Dijon, Prancis dan rekan penulisnya menyelidiki lingkungan laut sebelum, selama, dan setelah kepunahan untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi.
Ia juga mempelajari kapan itu terjadi dan dipicu oleh alasan apa. Hasil dari studi mereka tersebut sudah dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience pada 1 November 2021 lalu.
Untuk melukiskan gambaran ekosistem laut selama Periode Ordovisium, pakar kepunahan massal Seth Finnegan, profesor dari UC Berkeley, mengatakan bahwa ketika itu laut penuh dengan keanekaragaman hayati non-vertebrata, contohnya Bivalvia atau kerang-kerangan.
"Jika Anda pergi snorkeling di laut Ordovisium, Anda akan melihat beberapa kelompok yang sudah dikenal seperti kerang dan siput dan bunga karang, tetapi juga banyak kelompok lain yang sekarang sangat berkurang keanekaragamannya atau sama sekali punah seperti trilobita, brakiopoda, dan crinoid," kata Finnegan.
Tidak seperti kepunahan massal yang cepat, seperti peristiwa kepunahan Cretaceous-Tersier dimana dinosaurus dan spesies lain mati tiba-tiba sekitar 65,5 juta tahun yang lalu, Finnegan mengatakan LOME atau kepunahan pertama di Bumi terjadi selama periode waktu yang substansial, dengan perkiraan antara kurang dari setengah juta hingga hampir dua juta tahun lamanya.
Baca juga:
- Kerangka Manusia Purba Tertua di Indonesia Ditemukan
- Ancaman Letusan Supervolcano di Indonesia Akan Selalu Ada
- Mengenal "Dark Energy", Sudahkah Manusia Menemukannya?
Penyebab utama dari kepunahan massal ini di antaranya disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam air laut pada periode tersebut. Untuk membuktikan hipotesis ini para peneliti mengintegrasikan pengujian geokimia dengan simulasi numerik dan pemodelan komputer.
Zunli Lu, profesor ilmu Bumi dan lingkungan di Universitas Syracuse dan murid-muridnya melakukan pengukuran konsentrasi yodium dalam batuan karbonat dari periode tersebut. Hasilnya menyumbangkan temuan penting tentang kadar oksigen di berbagai kedalaman laut.
Sebagai informasi, konsentrasi unsur yodium dalam batuan karbonat berfungsi sebagai indikator perubahan tingkat oksigen lautan dalam sejarah Bumi.
Setelah menguji kadar oksigen, ditambah mensimulasikan pemodelan komputer kedalamnya, hasil menunjukkan bahwa tidak ada bukti anoksia atau kekurangan oksigen yang menguat selama peristiwa kepunahan di habitat hewan laut dangkal tempat sebagian besar organisme hidup.
Artinya, pendinginan iklim yang terjadi selama periode Ordovisium Akhir dikombinasikan dengan 'faktor tambahan' kemungkinan bertanggung jawab untuk peristiwa LOME.
Di sisi lain, ada bukti bahwa anoksia di lautan dalam meluas selama waktu yang sama, sebuah misteri yang tidak dapat dijelaskan oleh model klasik oksigen laut, kata pakar pemodelan iklim Alexandre Pohl.
Menurutnya, kunci dari keberadaan oksigen ini adalah sirkulasi laut yang merupakan komponen sangat penting dari sistem iklim.
Hasil pemodelan komputer dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendinginan iklim kemungkinan mengubah pola sirkulasi laut dan menghentikan aliran air yang kaya oksigen di laut dangkal ke laut yang lebih dalam.
Iklim dingin juga dapat menyebabkan tingkat oksigen yang lebih rendah di beberapa bagian laut adalah kunci dari penelitian mereka.
Untuk saat ini, rahasia kepunahan massal di bumi selama masa Ordovisium Akhir belum sepenuhnya terpecahkan. Para peneliti mengesampingkan perubahan oksigenasi sebagai penjelasan tunggal untuk kepunahan ini dan menambahkan data baru yang mendukung perubahan suhu sebagai mekanisme kepunahan massal LOME.
Dari penemuan ini, kita jadi lebih tahu bahwa iklim yang dingin dapat menurunkan kadar oksigen di lautan. Tetapi iklim yang panas dan pemanasan global juga ternyata sama buruknya.
Pemanasan global yang terjadi saat ini dapat menyebabkan lautan kehilangan oksigen dan berdampak pada kelayakhunian laut dan berpotensi mengganggu kestabilan seluruh ekosistem yang ada di bumi. Maka dari itu, peneliti memprediksi juga kepunahan massal selanjutnya bisa terjadi akibat pamanasan global saat ini.