Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memulai inisiatif hujan buatan di Jakarta untuk mengatasi masalah polusi udara di ibu kota. Dengan menggunakan teknologi modifikasi cuaca (TMC), BMKG berusaha menciptakan hujan buatan melalui pertumbuhan awan dan arah angin.
Meski demikian, walaupun hujan buatan berhasil terjadi di beberapa kesempatan, efektivitas TMC dalam mengurangi polusi udara masih diperdebatkan. Data menunjukkan bahwa hujan buatan hanya sementara mengurangi polusi, karena polusi kembali meningkat di pagi hari.
Menurut data dari IQAir pada 28 Agustus 2023, indeks kualitas udara Jakarta mencapai 163 US Air Quality Index (AQI US). Angka tersebut menjadikan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk kedua di dunia.
Di sisi lain, hujan buatan di Jakarta dianggap sebagai respons reaktif, bukan solusi definitif. Upaya hujan buatan ini sendiri melibatkan berbagai instansi, seperti BRIN, BNPB, dan BMKG.
Menilai langkah tersebut, para ahli menekankan bahwa hujan buatan bukanlah solusi utama. Permasalahan polusi udara memerlukan penanganan pada sumber-sumber pencemar seperti transportasi, industri, dan pembakaran sampah.
Efektivitas hujan buatan bergantung pada banyak faktor, termasuk pertumbuhan awan dan arah angin. Tantangan di Indonesia termasuk kurangnya daerah kontrol dalam operasi modifikasi cuaca dan kesulitan memodifikasi jenis awan tropis.
Polusi udara sendiri memiliki dampak serius di Jakarta, terutama pada kesehatan penduduk. Jumlah kasus penyakit saluran pernapasan akut (ISPA) meningkat tajam, dengan 200.000 kasus dalam satu hari, melebihi jumlah kasus ISPA selama pandemi Covid-19.
Baca juga:
- Kadar Polusi Udara "Aman" Ternyata Tetap Berbahaya untuk Otak
- Kadar Oksigen di Atmosfer Pengaruhi Kecepatan Evolusi Makhluk Hidup
- Setengah Populasi Pohon Hasil Reboisasi di Hutan Tropis Mati
Dampak polusi udara juga terlihat pada anak balita, di mana 28 dari 100 anak balita yang meninggal disebabkan oleh ISPA, terutama pneumonia.
Data dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan menunjukkan peningkatan kunjungan ke puskesmas oleh penderita ISPA, khususnya anak-anak berusia 0-5 tahun. Polusi udara juga memiliki dampak global yang signifikan, dengan 6,7 juta kematian dunia pada tahun 2019 akibat polusi udara. WHO memperkirakan 4,2 juta kematian karena polusi udara ambien pada tahun yang sama.
Dengan demikian, hujan buatan di Jakarta, meskipun diharapkan dapat membantu, bukanlah solusi utama dalam mengatasi masalah polusi udara. Penanganan sumber-sumber pencemar dan upaya global lebih luas perlu dilakukan untuk mengurangi dampak polusi udara terhadap kesehatan dan lingkungan.