Dari sebuah survei yang dilakukan oleh World Economic Forum (WEF), terungkap bahwa lebih dari 41 persen perusahaan berencana untuk mengurangi jumlah pekerjanya seiring dengan otomatisasi tugas-tugas tertentu oleh kecerdasan buatan (AI).
Survei tersebut melibatkan ratusan perusahaan besar di seluruh dunia, dengan 77 persen dari mereka mengatakan akan melakukan pelatihan ulang (reskill) dan peningkatan keterampilan (upskill) para pekerjanya.
Pelatihan ulang dan peningkatan skill karyawan rencananya akan dilakukan antara tahun 2025 hingga 2030. Tujuannya, agar semua dapat bekerja lebih efektif bersama AI.
Meski demikian, berbeda dengan edisi laporan 2023, laporan tahun ini tidak menyatakan bahwa sebagian besar teknologi, termasuk AI, diperkirakan akan "memberikan dampak positif bersih" terhadap jumlah pekerjaan.
Sebaliknya, WEF mencatat bahwa kemajuan AI dan energi terbarukan tengah mengubah pasar tenaga kerja dengan meningkatkan permintaan untuk banyak peran teknologi atau spesialis, namun juga menurunkan permintaan untuk beberapa pekerjaan lain, seperti desainer grafis.
Saadia Zahidi, Managing Director WEF, menyoroti peran AI generatif dalam merombak industri dan tugas di berbagai sektor. Pekerjaan seperti petugas layanan pos, sekretaris eksekutif, dan petugas penggajian diperkirakan akan mengalami penurunan jumlah tercepat dalam beberapa tahun mendatang, baik akibat penyebaran AI maupun tren lainnya.
Laporan tersebut juga menyebutkan bahwa keterampilan AI semakin dibutuhkan. Sekitar 70 persen perusahaan berencana untuk merekrut pekerja baru dengan keterampilan dalam merancang alat dan peningkatan AI, sementara 62 persen berencana untuk mempekerjakan lebih banyak orang yang dapat bekerja lebih baik bersama AI.
Meski demikian, laporan ini juga menekankan bahwa dampak utama teknologi seperti AI generatif pada pekerjaan mungkin terletak pada potensinya untuk "meningkatkan" keterampilan manusia melalui "kolaborasi manusia-mesin", bukan menggantikan pekerjaan manusia secara keseluruhan.