Menjelang akhir 2027 atau awal 2028, jumlah smartphone di dunia diprediksi akan melampaui populasi manusia. Laporan terbaru dari Techreport.com mengungkapkan bahwa pertumbuhan smartphone saat ini berjalan empat kali lebih cepat dibanding pertumbuhan jumlah penduduk global.
Jumlah perangkat melonjak dari 5,9 miliar unit di 2020 menjadi 7,42 miliar per Januari 2025.
Di balik lonjakan ini, perputaran uang di industri smartphone pun terus membesar. Dalam periode 2020–2024, total pendapatan global dari industri ini mencapai USD 2,3 triliun. Bahkan diperkirakan angka tahunan akan menembus USD 560 miliar pada 2029, seiring adopsi smartphone yang makin merambah ke pasar negara berkembang.
Namun, di tengah pasar yang terus berkembang, peta persaingan pemain besar mulai bergeser. Samsung yang dulu dikenal sebagai raja volume pengapalan, kini berada dalam posisi terdesak. Pengapalan kuartalannya turun drastis dari 80,4 juta unit pada akhir 2020 menjadi hanya 51,7 juta di kuartal IV 2024, level terendah dalam satu dekade. Langkah Samsung yang mulai meninggalkan segmen ponsel murah membuka peluang bagi produsen China yang lebih gesit.
Sementara itu, Apple masih bertahan lewat basis pelanggan setia. Selama sepuluh tahun terakhir, pengapalan iPhone hanya tumbuh tipis 2,4 juta unit, mempertahankan pangsa pasar 27,7 persen. Tapi laju utama justru datang dari pemain China.
Xiaomi misalnya, berhasil meningkatkan pengapalan dari 146 juta menjadi 168,5 juta unit dalam setahun, menguasai 13,6 persen pasar. Jika tren ini bertahan dan harga rata-rata ponselnya naik, Xiaomi berpotensi meraup USD 630 miliar pendapatan di 2029 — angka yang lebih besar dari total pendapatan industri smartphone global sepanjang 2020–2024.
Dengan sekitar 800 juta penduduk di China dan India yang masih belum menggunakan smartphone, pasar smartphone dunia belum benar-benar mencapai titik jenuh. Siapa pun yang berhasil merangkul pasar ini, bisa jadi pemegang kendali masa depan industri.