Ada kabar yang menarik datang dari industri robotic. Foxconn mendapat akses pertama ke robot humanoid buatan China, sementara negara adikuasa seperti AS masih berkutat dengan kekhawatiran tentang keamanan nasional dan perdebatan soal kebijakan.
Di sisi lain, China telah selangkah lebih di depan dengan mengalokasikan dana investasi negara sebesar $138 miliar untuk mengembangkan kecerdasan buatan "berwujud" (embodied AI). Pemerintah negeri tersebut telah mendorong pertumbuhan pesat perusahaan robot humanoid lokal dengan dukungan subsidi, regulasi yang longgar, dan akses luas ke fasilitas manufaktur.
Cheng Yuhang, Direktur Penjualan Deep Robotics, menyatakan bahwa China berhasil menggabungkan pengembangan robot dengan aplikasi nyata, sesuatu yang sulit disaingi oleh AS. Salah satu contoh adalah Walker S dari UBTech, yang meskipun masih berharga ratusan ribu dolar, sudah digunakan dalam logistik suku cadang otomotif.
Dalam dua tahun ke depan, China berencana untuk memproduksi ribuan unit robot, dengan potensi menekan harga. Produksi tinggi dan menekan harga telah berhasil mereka lakukan pada industri kendaraan listrik (EV), yang kini menguasai sekitar 70% produksi global.
Bank of America juga melihat pola serupa antara robot humanoid dan EV. Analis Ming Hsun Lee memprediksi bahwa biaya produksi akan turun drastis seiring meningkatnya skala produksi di pabrik China.
Sementara itu, AS masih tertinggal dalam pengembangan robot humanoid. Amazon melalui Agility Robotics telah menguji coba robot di gudang sejak 2023, dan beberapa startup seperti Figure berusaha mengejar ketertinggalan. Namun, industri AS masih lebih fokus pada semikonduktor, perangkat lunak, dan komponen presisi, bukan produksi massal seperti yang dikuasai China.
Sejumlah anggota parlemen AS mulai menyerukan larangan impor robot humanoid China dan pembatasan akses teknologi AS. Namun, sementara perdebatan terus berlangsung di Washington, robot China sudah mulai bekerja, berpotensi mengancam daya saing perusahaan AS di sektor ini.