Presiden Donald Trump kembali memicu ketegangan dagang global dengan menerapkan tarif 20 persen untuk impor teknologi dari Uni Eropa, dua kali lipat dari tarif untuk Inggris dan hanya sedikit lebih ringan dari tarif 32 persen untuk Swiss.
Langkah ini langsung mengguncang ekosistem teknologi Eropa, dari produsen perangkat keras hingga startup berbasis layanan.
Perusahaan teknologi memperingatkan dampak besar, mulai dari gangguan rantai pasokan, lonjakan biaya produksi, hingga potensi mandeknya aliran modal ventura. Louis Fearn dari InMotion Ventures menyebut kebijakan ini memaksa banyak startup untuk mengevaluasi kembali lokasi kantor pusat mereka dan mencari pasar alternatif.
Bagi perusahaan seperti HappyOrNot asal Finlandia yang mengandalkan pasar AS untuk setengah dari pendapatannya, dampaknya sangat terasa. CEO Miika Mäkitalo bahkan mempertimbangkan memindahkan produksi ke Amerika Serikat.
Bahkan startup yang tidak menjual produk fisik ikut terdampak. CEO fintech Okoora asal Swiss, Benjamin Avraham, menyoroti efek samping dari gejolak rantai pasokan, nilai tukar yang tak stabil, dan berkurangnya minat investor. Amanda Brock dari OpenUK menambahkan bahwa perangkat lunak pun tak kebal dari potensi pembatasan perdagangan di masa depan.
Pasar langsung merespons negatif. Saham anjlok dan investor panik. Martin Hartley dari Emagine Group menyebut tarif ini memicu ketidakpastian yang membuat bisnis Eropa mempertimbangkan untuk menghindari pasar AS.
Menurut Matt Penneycard dari Ada Ventures, perusahaan rintisan kini dihadapkan pada pilihan sulit: bertahan di Eropa dengan stabilitasnya, atau berinvestasi di AS untuk menjaga akses pasar. Ia menilai Eropa kini memiliki peluang langka: “Jika AS makin sulit diakses, talenta terbaik bisa beralih ke Eropa—ini momen kita membangun Silicon Valley baru.”