Teknologi Perangkap Lalat Tsetse Bantu Cegah Wabah Penyakit Tidur

RN Dahlan
Lalat tsetse dari  Family Glossinidae merupakan sumber masalah kesehatan masyarakat yang serius di negara-negara Afrika Sub-Sahara tempat kejadian penyakit ini paling sering terjadi. Serangga penghisap darah ini adalah vektor penularan Trypanosoma, parasit yang menyebabkan penyakit tidur pada manusia dan hewan.

Ketika dibiarkan tak terkendali, penyakit tidur pada manusia dapat mematikan, terutama bagi mereka yang tinggal di komunitas pedesaan tanpa akses perawatan kesehatan yang baik.


Wabah kematian yang tinggi dari penyakit tidur pada hewan di antara populasi ternak. Terutama pada ternak, diketahui telah menyebabkan kerusakan pada sektor pertanian dan kerugian ekonomi yang sangat besar.


Demi memerangi wabah dahsyat ini, masyarakat menyebarkan perangkap yang dirancang untuk mengurangi populasi lalat Tsetse. Untuk membuat perangkap ini, cara paling efektif, mereka sering diracun oleh senyawa kimia yang berbau dari turunan 3-Alkylphenol.

Senyawa tersebut merupakan salah satu atraktan yang dapat menarik serangga. Namun, senyawa ini biasanya diperoleh melalui proses kimia yang mahal dan rumit, membuatnya tidak dapat diakses ke daerah yang paling membutuhkan.



Kabar gembiranya, sebuah penelitian baru dari para peneliti di Universitas Goethe di Jerman merinci perkembangan "Minuman ragi" murah. Meski demikian, ia menghasilkan senyawa kimia yang menarik lalat Tsetse ke dalam perangkap dan dapat dengan mudah diproduksi secara lokal di komunitas pedesaan Sub-Sahara yang paling terpengaruh oleh penyakit tidur tersebut.

Tim kemudian berangkat untuk memodifikasi strain dari ragi roti Saccharomyces cerevisiae yang digunakan secara populer. Mikroba mungkin dikenal sebagai bahan utama permentasi dalam pembuatan  roti, bir, dan anggur selama ratusan tahun. Selain bahan ini umum, terdapat  strain S. cerevisiae yang mampu memfermentasi limbah pertanian, suatu kemungkinan yang akan membuat proses pengembangan atraktan sangat hemat biaya.

Para peneliti lalu memperkenalkan ragi ke jalur metabolisme baru sehingga akan menghasilkan konsentrasi tinggi akan senyawa kimia 3-ethylphenol dan 3-propylphenol (3-EP dan 3-PP), anggota keluarga 3-alkylphenol yang menunjukkan potensi terbesar sebagai atraktan lalat tsetse.



Baca Juga:

Para peneliti dari Universitas Addis Ababa di Ethiopia sebelumnya menemukan bahwa urin sapi, memiliki tingkat konsentrasi 3-EP dan 3-PP yang tinggi. Penemuan ini juga menjanjikan menjadi penarik perangkap yang berkelanjutan dan hemat biaya.

Pada tahun 2012, para peneliti dari Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Edinburgh menyarankan penggunaan insektisida pada ternak  menjadi metode prioritas untuk mengendalikan tsetse yang menginfeksi hewan.

Karena saat ini tidak ada vaksin atau obat pencegahan untuk memerangi penyakit ini, perangkap lalat Tsetse tetap menjadi andalandalam mengurangi infeksi penyakit tidur.

Penyakit ini berkembang perlahan, seringkali dengan gejala minimal atau tanpa gejala sama sekali pada beberapa bulan pertama infeksi.


Durasi rata-rata perkembangan gejala di Afrika Barat jenis penyakit tidur terjadi selama tiga tahun. Nyeri otot, pembengkakan kelenjar getah bening, demam, dan kelelahan ekstrem adalah gejala yang paling umum. Perlu tindakan medis yang serius dan perawatan di rumah sakit jika terinfeksi. Pemeriksaan berkala harus dilakukan selama bertahun-tahun dan, infeksi ulang dapat terjadi.

Kabar gembiranya, beberapa tahun terakhir, sudah ada kemajuan yang signifikan dalam mengurangi jumlah infeksi penyakit tidur pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menargetkan penghapusan penyakit tidur pada manusia sebagai masalah prioritas