Remote Control untuk Transfer Gen, Memang Ada?

RN Dahlan

Ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berjalannya waktu. Berbagai penemuan barupun ditemukan lebih cepat dibanding sebelumnya. 

Penelitian yang mikroskopis bahkan teknologi yang lebih kecil lagi seperti teknologi nano juga terus melesat. Dan salah satu topik yang banyak ditelaah adalah terkait genetika.

Seperti diketahui, kemampuan untuk menyisipkan gen yang diinginkan ke dalam sel hewan atau manusia adalah dasar dari penelitian ilmu kehidupan modern dan aplikasi biomedis yang tersebar luas.


Meskit begitu, metode yang digunakan hingga saat ini untuk tujuan tersebut sebagian besar tidak spesifik. Artinya, metode tersebut menyulitkan para ilmuwan untuk mengontrol sel mana yang akan atau tidak akan diambil. 


Dalam hal transfer gen, gen target sering dikemas ke dalam 'vektor virus'. Artinya, bagian dari materi genetik virus digantikan dengan gen target.


Ketika peneliti menambahkan vektor virus ini ke sel, vektor memperkenalkan gen ke dalam sel. Ini adalah prinsip di balik beberapa vaksin, salah satunya di dalam vaksin SARS-CoV-2 atau virus COVID-19 saat ini. 

Beberapa perusahaan yang memakai metode seperti ini adalah AstraZeneca atau Johnson & Johnson. Namun, sulit atau bahkan tidak mungkin untuk mengontrol mana gen target yang benar-benar masuk kedalam sel target, karena vektor virus cenderung berlabuh secara non-spesifik ke semua sel dari jenis sel tertentu. 

Untuk itu, sebuah tim peneliti dari Cluster of Excellence CibSS di Universitas Freiburg, Jerman yang dipimpin oleh Dr. Maximilian Hörner, Prof. Dr. Wolfgang Schamel dan Prof. Dr. Wilfried Weber, telah mengembangkan teknologi baru.

Teknologi tersebut memungkinkan peneliti untuk mengontrol gen target dengan cara mengontrol proses dalam sel yang dipilih secara individu. Para peneliti pun telah menerbitkan karya mereka dalam edisi terbaru di jurnal Science Advances.

Dalam metode terbaru mereka, para peneliti Freiburg memperkenalkan informasi genetik dengan remote control optik. Hasilnya, hanya sel yang disinari dengan lampu merah yang mengambil gen yang diinginkan. 

Untuk melakukan ini, para ilmuwan memodifikasi jenis vektor virus yang dikenal sebagai vektor AAV, yang sudah digunakan secara klinis selama ini. "Kami menghilangkan kemampuan vektor virus untuk berlabuh dari sel ke sel," ungkap salah satu peneliti yang ikut bergabung dalam penelitian.

Untuk mengaktifkan kontrol gen dengan cahaya, para peneliti mengambil sistem fotoreseptor cahaya merah dari tanaman Arabidopsis thaliana (thale cress). 

Sistem ini terdiri dari dua protein, PhyB dan PIF, yang mengikat satu sama lain segera setelah PhyB disinari dengan lampu merah. Tim Freiburg menempatkan protein PIF pada permukaan vektor virus dan memodifikasi protein PhyB lainnya sehingga dapat mengikat sel manusia.


Baca juga:


Setelah vektor modifikasi yang disebut OptoAAV, berada dalam kultur sel bersama dengan protein pengikat sel, protein tersebut mengikat semua sel. Jadi jika sel yang dipilih diterangi dengan lampu merah, vektor yang dimodifikasi dapat mengikat sel target dan memperkenalkan gen target ke dalam sel yang diterangi.

Pendekatan baru ini memungkinkan para peneliti untuk memperkenalkan gen target ke dalam sel yang diinginkan dalam kultur jaringan. 

Para ilmuwan juga berhasil menerangi kultur jaringan yang dikembangkan secara berurutan di lokasi yang berbeda, sehingga memungkinkan pengenalan gen yang satu ke dalam sel yang berbeda lainnya dalam suatu kultur.


Dengan teknik ini, sekarang peneliti bisa mengontrol proses yang diinginkan. Teknik ini penting untuk memahami bagaimana sel tunggal berkomunikasi dengan sel-sel di lingkungannya, misalnya, untuk mengontrol perkembangan atau regenerasi suatu organ. 

Karena vektor virus ini menjadi lebih banyak digunakan di bidang terapeutik, jadi para peneliti tersebut melihat teknologi remote gen ini sebagai potensi untuk diaplikasikan kedalam ilmu biomedis.