Herbisida Jenis Glisofat Berbahaya dan Bikin Kanker, Agroekologi Solusinya

RN Dahlan

Salah satu hambatan dalam bercocok tanam adalah gulma. Gulma bisa diartikan sebagai tanaman yang ikut tumbuh bersama dengan tanaman budidaya. Tanaman gulma ini merugikan karena mereka mengambil sari-sari makanan dalam tanah  yang seharusnya diambil oleh tanaman yang dibudidaya.

Untuk membunuh tanaman gulma ini biasanya petani menggunakan senyawa glisofat. Salah satu nama komersil dari senyawa ini adalah Round up. Merk ini ada dipasaran Indonesia dan bisa dibeli di e-commerce maupun toko lokal setempat.

Sebelumnya, pada tahun 2015, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa glifosat merupakan senyawa dengan "kemungkinan karsinogen pada manusia". Kaitan antara glifosat dan kanker diperkuat pada Januari 2024 ketika juri di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa Roundup menyebabkan limfoma non-Hodgkin dan memerintahkan perusahaan kimia Bayer-yang membeli produsen Roundup, Monsanto, pada tahun 2018-untuk membayar ganti rugi sebesar US$2,5 miliar. Meskipun setelahnya perusahaan Bayer telah mengumumkan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.



Sudah menjadi rahasia umum jika herbisida berbahaya bagi banyak mahluk hidup. Glisofat ini salah satunya, bahkan senyawa glisofat ini bisa membunuh burung, ikan, dan mikroorganisme tanah, yang kesemuanya sangat penting bagi kesehatan ekosistem setempat.

Menghadapi kekhawatiran ini, beberapa pemerintah di dunia telah membatasi atau bahkan melarang penggunaan glifosat, meskipun tidak ada larangan semacam itu di Indonesia.

Melarang glifosat merupakan langkah penting dalam melindungi kesehatan manusia dan ekosistem. Namun dalam kenyataannya masih banyak petani di dunia pun di Indonesia yang menggunakan senyawa ini karena bisa dikatakan penggunaannya yang cukup instan.

Salah satu cara penanganan agar senyawa glisofat ini bisa ditekan penggunaannya adalah dengan menggunakan teknik agroekologi.

Pertanian dengan teknik agroekologi adalah alternatif yang layak menjadi pengganti agar tanaman masih bisa tumbuh subur tanpa menggunakan senyawa beracun seperti glisofat.

Salah satu negara yang mulai menggarap agroekologi ini adalah Meksiko. Bahkan di negara ini, pada April 2024 sempat melarang penggunaan glisofat untuk pertanian. Meskipun larangannya belum sepenuhnya dirampungkan karena kekhawatiran petani yang belum siap untuk menggunakan teknik agroekologi.

Para petani yang bekerja sama dengan para peneliti meninggalkan glifosat satu per satu. Dengan pendanaan dari Dewan Riset Nasional Meksiko, para peneliti beserta petani berhasil menggandeng 38 teknisi agroekologi dan tokoh masyarakat yang membantu petani mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengganti bahan kimia dengan praktik lain.

Salah satu teknik dalam agro ekologi adalah menggunakan produk anti gulma buatan para petani sendiri. Contohnya adalah pembuatan agua de vidrio atau larutan abu dan kapur-yang memberikan nutrisi bagi tanaman dan membantu mengendalikan hama dan penyakit.

Landasan kebijakan pro-agroekologi Meksiko adalah keputusan Presiden Andrés Manuel López Obrador pada tahun 2020 yang menyatakan bahwa negara tersebut akan menghapuskan penggunaan glifosat pada bulan Januari 2024. Keputusan tersebut segera dikritik oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Keputusan tersebut juga ditentang-termasuk melalui gugatan hukum-oleh kepentingan agribisnis Meksiko, terutama di bagian utara negara tersebut, di mana pertanian konvensional berskala besar mendominasi lanskapnya.

Meksiko bukanlah negara pertama yang goyah dalam pelarangan glifosat. Sri Lanka salah satu negara lain yang memberlakukan larangan pada tahun 2015, mencabut larangannya pada tahun 2022. Sedangkan di Uni Eropa, beberapa negara anggota telah menyuarakan keinginan mereka untuk melarang penggunaan glifosat, namun glifosat kembali disahkan untuk jangka waktu sepuluh tahun pada bulan Desember 2023.

Meskipun alasannya mungkin rumit, melarang zat yang berbahaya seperti glisofat merupakan hal yang menantang. Terkadang meskipun pemerintahnya sudah setuju dan pro-rakyat dan ekosistem negara tetapi jika lobi perusahaan raksasa seperti Bayer sudah bertindak, akan sulit dilakukan.